Kamis, 08 Mei 2014

Surat Kecil Untuk Bapak

mengenang kepergian bapak dua tahun silam





Bagaimana kabarmu hari ini bapak?
Semoga kabarmu selalu baik karena berada di sisi-Nya.
Dua tahun telah berlalu pak, Masya Allah rasanya bisa melewati masa-masa ini. Meski kadang terasa berat, tapi Alhamdulillah aku dan ibu masih kuat.
Tahukah engkau bapak? Betapa merananya ibu ditinggal engkau, bahkan terkadang aku pura-pura tidak peka hanya karena untuk menahan diri untuk tidak menangis di depan ibu. Ya. Aku sudah berjanji bapak pada diri sendiri untuk tidak pernah (lagi) menangis di depan ibu, meski berat pak.
Tahukah engkau bapak? Semenjak engkau tiada masakan ibu menjadi tak sesedap dulu, bahkan ibu nyaris malas untuk masak. 
Bagaimanapun juga aku tidak merasa sepenuhnya kehilangan engkau pak, karena aku masih bisa merasakan kehadiranmu di sisiku, di hatiku. Yang kini terasa kurang adalah kini aku hidup tanpa nasihatmu pak. Ah, ingat sekali dengan nasihat yang kau berikan kepadaku “bapak pengin nanti kalo kamu udah besar kamu pake jilbab yang nutupin dada”. In Sha Allah pak.
Bagaimanapun juga tak selamanya akan seperti ini, akupun suatu saat akan mati dan kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian bapak sungguh membawa begitu banyak pelajaran bagi saya, salah satunya adalah tak ada yang abadi selain Allah.

Tunggu aku di pintu syurga bapak :) 
Salam manis dari putrimu.

Sabtu, 22 Maret 2014

Keresahan


Bismillah...

          




           Saat ini aku benar-benar sedang butuh seorang teman, teman yang mampu memberikan semangat kepadaku. Bukannya aku tidak punya teman. Tapi saat ini yang aku butuhkan adalah teman yang benar-benar bisa membangkitkan semangatku, dan bukan mereka yang hanya menatap dengan simpati.~
Ah, UN hampir tiba. Sedang semangatku belum juga bangkit. 
Aku bosan, sungguh sangat bosan dengan keadaan ini, aku mempunyai segudang unek-unek di pikiran, segudang harapan, angan-angan atau apapun itu yang disebut dengan impian, segudang masalah yang ingin dipecahkan, segudang rasa yang ingin diungkapkan. Tetapi aku tak tahu kepada siapa akanku bawa semua itu, kepada siapa akan ku ceritakan mimpi-mimpi yang hebat itu, kepada siapa akan ku ungkapkan semua rasa itu. Hingga akhirnya sampai sekarang aku belum juga menemukan siapakah orang itu. Hingga semua mimpi-mimpi itu, rasa itu –saking banyaknya- meledak keluar dari otak, dan tak ada pula seseorang yang membantu mengambil kembali kepingan-kepingan mimpi, lembar demi lembar rasa, hingga akhirnya dibiarkan saja terinjak-injak di jalanan. Kemudian mati.~

Sabtu, 01 Februari 2014

Dilematika Siswa Tingkat Akhir



             Entah harus menyandangkan nama apa yang sekiranya cocok untuk perasaan ini. Di tahun-tahun terakhir menyandang gelar sebagai siswa (karena insyaAllah sebentar lagi sudah menjadi mahasiswa #cieh) rasanya berbagai perasaan bercampur aduk menjadi satu. Dimulai dari harus mempelajari materi yang bertumpuk-tumpuk, mencari informasi tentang perguruan tinggi, mencari informasi tentang SNMPTN, dan lagi semakin diperparah dengan tugas-tugas yang harus segera dikumpulkan. Perasaan galau tak jarang singgah dalam pikiran, malaspun sangat sering melanda perasaan. Bayang-bayang masa depan yang ‘cerah’ mau tidak mau harus melewati batu loncatan UN. Tak jarang lebih fokus mencari informasi tentang perguruan tinggi daripada belajar materi UN. Kata salah satu guru BK di sekolah sih katanya wajar saja kita mengalami hal semacam itu, dan itu bagian dari proses pendewasaan. Ah, kita berdo’a saja semoga kita diberi kemudahan melewati semua ini. Jangan bersedih, Allah bersama siswa tingkat akhir .
“sang kepompong sebentar lagi akan berubah menjadi kupu-kupu, siapa yang tahu  apakah kepompong akan berhasil menjadi kupu-kupu yang menawan dan cantik jelita ataukah mati begitu saja” Wallahu a’lam

17-1-2014

Ismy Nur Faizah

Sabtu, 05 Januari 2013

Mengapa jadi mukmin terasa berat ?


Mungkin kita sering berpikir,mengapa sih menjadi orang mukmin itu rasanya berat..?Kita harus berjuang melawan godaan nafsu dan bisikan setan yang demikian cerdik dalam menyesatkan.Akibatnya tidak jarang yang terjadi adalah hal ironi yang biasa digunakan untuk menyindir orang-orang muslim,mengapa para kriminal itu mayoritas justru orang muslim? Kalau memang islam itu baik, mengapa yang terjadi justru demikian? Sebaliknya, yang bukan muslim malah kebanyakan menjadi terpandang di mata orang.
     Kalau anda mendengar hal ini, jangan bingung. Ini bukan karena faktor Islamnya yang buruk. Tapi ada dua hal yang perlu disadari, Pertama, mereka menjadi seperti itu bukan karena islamnya yang buruk dan menganjurkan keburukan. Tapi orang-orang itulah yang tidak memahami islam dan tidak pula mengamalkannya. Kalau mereka memahami islam dengan baik, lalu mengamalkannya, pasti mereka akan menjadi manusia terbaik di dunia.
     Yang kedua, memang begitulah resiko jadi orang mukmin. Dia punya musuh bernama setan yang akan terus menggoda dan menjerumuskannya dalam keburukan. Ulama salaf mengatakan, hati itu ibarat rumah. Iman adalah harta dan setan adalah pencurinya. Nah, hati orang mukmin itu ibarat rumah yang ada hartanya. Semakin tinggi imannya, semakin banyak harta benda di dalamnya. Oleh karenanya, setan sangat bernafsu untuk mengambil dan mengeruk harta itu sampai habis. Sedang hati orang kafir itu ibarat rumah yang tiada hartanya. Kosong melompong tanpa isi. Setan sudah tidak lagi bernafsu untuk mencuri, mau mencuri apa? Wong tidak ada isinya? Yang dilakukan justru bagaimana caranya agar orang-orang kafir itu terkesan baik dan orang muslim terkesan buruk dan jahat. Sehingga manusia menjadi benci dengan Islam karena ternyata kebanyakan orang Islam itu buruk. Lebih baik jadi kafir, atheis atau apalah karena ternyata kebanyakan mereka terlihat baik.
     Dengan ini kita tahu bahwa memang itulah resiko punya iman. Kita akan dimusuhi oleh setan yang akan selalu berusaha menjerumuskan ke jurang kesesatan tanpa pernah ada libur. Setiap hari setiap saat. Karenanya, menjadi muslim itu memang tidak ringan dari segi penjagaan terhadap iman. Tapi percayalah, keyakinan inilah satu-satunya yang bisa menolong kita saat kelak semua dibuktikan. Yakni pada hari ketika orang-orang yang tidak beriman menyesal, mengapa dulu mereka tidak meyakini sebagaimana yang diyakini orang-orang muslim. Kita ini punya harta yang paling berharga, wajar jika kita jadi kebebanan untuk menjaganya. Jika kita ingin bebas, ya sudah, biarkan saja rumah hati kita kosong. Iman hilang dan berbalik menjadi wadya balanya setan. Mau?

Senin, 17 September 2012

Ayaaaah


Aku tak mampu mengantar kepergianmu Langit mendung turut berduka Orang-orang riuh rendah becerita Tentang segala amal kebaikanmu

Aku datang kepadamu, ayah Semilir di bawah kamboja dan nisanmu Aku menangis dan berdoa Mengenang segala salah dan dosaku kepadamu

Kepergianmu seketika mendewasakan aku Mengajarkan aku betapa penting arti hidup Untuk menjadi berguna bagi sesama

Kepergianmu mengajarku Bagaimana harus mencintai dan menyayangi Bagaimana harus tulus berkorban dan bersabar Bagaimana harus berjuang demi anak-anaknya Hingga saat terakhir hayatmu Engkau terus berdoa demi kebahagiaan anak-anakmu

Hari ini aku menemuimu, ayah Lewat sebait puisi untuk mengenangmu Bila datang saatnya nanti Kan kuceritakan segala kebesaran dan keagunganmu Bersama embun fajar kemarau ku sertakan doa Semoga engkau mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya

Ayah,

Aku merindukanmu


Kamis, 09 Februari 2012

Ukhti fillah, masihkah kau tidak ingin berjilbab?


Renungan buat Muslimah yang belum ingin menutup auratnya dengan Hijab
Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?
Kami jawab, ”Hati juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam tindakan dan amalan”
Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?
Kami jawab, ”Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?” Coba direnungkan!
Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?
Kami jawab, ”Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa jika sudah keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan supaya kita menunda amalan baik. Mengapa mesti menunda berhijab? Dan kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit mendatang. So … jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda untuk berjilbab.”
Perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut seharusnya menjadi renungan:
“Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan sholeh.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Subhanallah..
Masihkah kamu ragu wahai Ukhti fillah untuk menutup kemolekan tubuhmu dengan hijab? masihkah?  Ingatlah, sesungguhnya api neraka akan membakar tubuh yang kau sajikan untuk lelaki hidung belang, kau bisa beralasan ini dan itu, Demi Allah, sesungghnya, kita tak akan mampu menebak kapan nyawa ini akan diambil oleh Malaikat Maut! Innalillahi waa inna ialaihi rojiun..
Sahabatmu dalam mengingat Allah,
Muhammad Jibriel Abdul Rahman